Powered By Blogger

Pentingnya Pendidikan Seksualitas Sejak Dini Di Tengah Merebaknya Pemerkosaan dan Pelecehan Seksual

12 January 2012


PENDAHULUAN
Sungguh memilukan, nasib tragis Risa, bocah 10 tahun kelas V SD yang harus menjadi budak nafsu Sunoto, ayah kandungnya yang memiliki kelainan seksual. Beberapa kali, Risa diperkosa ayah bejatnya pada saat ibunya dirawat di rumah sakit. Karena terserang infeksi pada alat vitalnya, akibat tertular penyakit dari ayah
kandungnya, Risa meninggal di RSUP Persahabatan, Jakarta pada tanggal 6 Januari 2013. Sebelumnya, diberitakan seorang gadis 13 tahun diperkosa beramai-ramai oleh anggota Geng Motor di lapangan sepakbola. Gadis yang juga siswi salah satu SMP swasta di Kota Bandung tersebut mengatakan, setelah diperkosa, dirinya ditinggalkan begitu saja oleh para pelaku. Kasus pelecehan seksual juga marak diberitakan di Manado, salah satunya menimpa dua anak gadis berinisial CS (12) dan Eca (13) dengan pelaku oknum Pegawai Negeri Sipil, berinisial JL (30) pada tanggal 3 Januari 2013 di Kauditan. Pelaku yang melanggar UU No 23 Tahun 2002, pasal 82 tentang Perlindungan Anak ini sementara diproses oleh Polres Minahasa Utara. Merebaknya kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini sungguh memprihatinkan dan memiriskan hati. Menurut Arist Merdeka Sirait, ketua Komnas Perlindungan Anak, “Kejahatan seksual terhadap anak sudah termasuk kategori sangat biadab. Kita sudah cukup diingatkan tentang kasusnya Risa.” Lebih lanjut, Arist memaparkan bahwa angka kekerasan terhadap anak, sepanjang 2012 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana pada tahun 2010 ada 2.426 kasus, tahun 2011 dengan 2.509 kasus dan tahun 2012 dengan 2.637 kasus. Dari 2.637 laporan pengaduan yang masuk 48% (1.075) dikategorikan kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan, sodomi dan incest (hubungan seks dengan keluarga sedarah).Sebenarnya permasalahan seksualitas remaja sangat luas, seperti: pergaulan bebas (free sex), hamil di luar nikah, aborsi, pernikahan dini, pernikahan antar keluarga sedarah (incest), perceraian kilat, hingga terjangkit penyakit kelamin.  Menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut, muncul berbagai pertanyaan kritis dalam diri kita, apakah yang menyebabkan timbulnya permasalahan kaum remaja? Apakah ada yang salah dalam pendidikan di keluarga dan di sekolah? Bagaimana mengatasi serta mengantisipasi timbulnya permasalahan-permasalahan tersebut? Perlukah pendidikan seksualitas diajarkan kepada anak-anak sejak dini? Siapakah yang bertanggungjawab untuk mengajarkan seksualitas kepada anak-anak? Seberapa pentingkah pendidikan
seksualitas diajarkan kepada kaum remaja?
 
PORNOGRAFI DAN DAMPAKNYA BAGI KAUM REMAJA
Dewasa ini, kita dibanjiri oleh berbagai macam informasi yang bisa dengan mudahnya diperoleh, baik melalui media cetak, media elektronik maupun melalui internet. Informasi-informasi tersebut dapat berupa hal yang positif maupun hal yang negatif, yang sangat mempengaruhi pola pikir dan perilaku kita. Salah satu informasi
negatif yang banyak menjadi perhatian adalah informasi terkait konten-konten pornografi, yang dapat diakses oleh semua orang dengan mudah terutama melalui internet. “Pornografi” berasal dari kata Yunani, terdiri dari “porno” dan “graphia”, artinya penggambaran kegiatan pelacur. Secara umum pornografi diartikan sebagai materi yang secara seksual eksplisit dan ditujukan terutama untuk tujuan gairah seksual. Efek dari konsumsi pornografi adalah kecanduan, eskalasi, desensitisasi, keluar dari kebiasaan dan perkembangan psikologi.
Orang yang kecanduan pornografi akan berusaha mencari materi-materi pornografi, seperti kecanduan alkohol maupun narkoba. Tahap berikutnya adalah eskalasi, pecandu akan mencari materi pornografi yang lebih bervariasi, seperti pornografi kekerasan yang menyimpang. Tahap ketiga adalah desensitisasi, materi
pornografi yang tadinya dianggap tabu, illegal dan tidak bermoral, menjadi sesuatu yang normal dan sebagai hal yang biasa saja. Tahap terakhir adalah keluar dari kebuasaan, yang tadinya hanya mengkonsumsi pornografi, kini berusaha mempraktekkan, seperti pelecehan seksual, pergi ke tempat pelacuran, seks bebas, pemerkosaan bahkan memaksa pasangan untuk mempraktekkan hubungan seks yang menyakitkan. Sampai saat ini sebagian besar atau semua penyimpangan seksual dipelajari perilaku melalui pengkondisian sengaja atau tidak sengaja salah satunya dari terpapar materi pornografi. Sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyimpangan seksual seperti pemerkosaan, pergaulan bebas, persellingkuhan maupun poligami
merupakan akibat keturunan. Bagaimana pengaruh pornografi bagi kaum remaja? Pada era globalisasi ini,
pembicaraan soal seks seakan-akan menjadi trend bagi kalangan remaja, tanpa kita sadari. Sangat lazim, kita menjumpai kaum remaja membawa Handphone maupun Smartphone, yang bisa digunakan untuk mengakses internet. Melalui alat canggih tersebut, mereka bisa mengakses konten-konten yang terkait dengan pornografi, mulai dari berita, gambar, maupun video. Cukup dengan mengakses Google maupun
Youtube dan memasukkan kata-kata atau istilah-istilah tertentu akan muncul materi pornografi. Meskipun Kementrian Komunikasi dan Informatika telah memblokir ratusan ribu, bahkan jutaan situs-situs pornografi, namun tidak dapat memblokir seluruhnya.
Pada era ini, perilaku dan budaya barat yang bertolak belakang dengan normanorma moral dan agama yang ada di Indonesia sangat merajalela pengaruhnya bagi remaja. Misalnya, pergaulan bebas antar remaja, yang dikenal dengan istilah free sex pada remaja masa kini. Melalui gambar, cerita, maupun film-film porno yang beredar, remaja-remaja kita “belajar” bahwa seks bebas merupakan hal yang wajar, yang harus dilalui oleh setiap orang untuk menuju tahap dewasa. Hal ini sudah mulai tumbuh dalam budaya remaja Indonesia, banyak pernikahan dini terjadi karena keburu hamil duluan, hamil di luar nikah. Dari sifat penasaran dan ingin tahu yang dipengaruhi oleh hormon yang ada dalam diri mereka, kaum remaja mencoba hal-hal baru, seperti melakukan hubungan seks di luar nikah. Akibatnya, ada remaja yang hamil di luar nikah bahkan harus melakukan aborsi, karena tidak siap masuk dalam lembaga pernikahan. Dasyatnya dampak pornografi bukan hanya mempengaruhi kaum remaja, namun juga orang dewasa maupun orang tua. Dalam berbagai kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, perselingkuhan maupun kekerasan seksual, alasan utama yang dikemukakan oleh pelaku adalah terpengaruh tayangan-tayangan maupun situs-situs yang terkait dengan pornografi. Pornografi bisa meruntuhkan nilai-nilai tradisional, nilainilai moral maupun nilai-nilai agama, yang selama ini menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia yang selama ini bangga dengan nilai-nilai ketimuran, sopan santun, etika dan moralitas, ternyata tergerus dengan pengaruh pornografi dari
budaya lain. Sungguh ironi memang.
 
PENDIDIKAN SEKSUALITAS REMAJA: ANTARA TABU DAN PERLUMemang sampai saat ini, banyak orang tua masih merasa tabu untuk membicarakan masalah  seks dan seksualitas dengan anak-anaknya di lingkungan keluarga. Sebagian besar memilih  untuk tetap diam dan berasumsi bahwa anak-anak mereka akan memperoleh informasi yang bereka butuhkan melalui sekolah maupun media lainnya. Kenyataan ini juga mereka alami saat mereka dalam proses perkembangan dari anak-anak, remaja hingga dewasa, di mana orang tua mereka juga tidak pernah membicarakan masalah seksualitas. Lebih parah lagi, hanya sedikit sekolah yang mengajarkan pendidikan seksualitas bagi anak-anak didiknya, itupun hanya terbatas pada pelajaran anatomi tubuh, pelajaran biologi. Orang tua dan pendidik
di sekolah berasumsi bahwa membicarakan masalah seksualitas dengan anak-anaknya akan sama saja dengan mendorong mereka untuk melakukan hubungan seks. Sebenarnya topik terkait masalah seksualitas dapat dibicarakan sejak dini dan dilakukan secara terbuka. Buku-buku yang membahas seksualitas dapat dijadikan sarana untuk membantu, apabila orangtua masih merasa canggung untuk membicarakan masalah seks. Pendidikan seksualitas untuk remaja sebaiknya juga mengangkat masalah mengenai gambaran biologis mengenai seks dan organ reproduksi pria dan wanita, masalah hubungan, seksualitas, cara melindungi diri serta ancaman penyakit menular seksual.
Mengapa pendidikan seksualitas penting bagi remaja? Sebagaimana telah dipaparkan sebelumya, para remaja dapat memperoleh informasi mengenai seks dan seksualitas dari berbagai sumber, termasuk dari teman sebaya, lewat media masa baik cetak maupun elektronik, termasuk di dalam iklan, buku ataupun situs di internet. Sebagian informasi tersebut memang dapat dipercaya kebenaran dan manfaatnya, namun banyak juga informasi yang menyimpang dari nilai-nilai moral dan nilai-nilai agama. Sebenarnya, pendidikan seksual pada remaja pertama-tama adalah mencari tahu sajauh mana remaja mengetahui seks dan seksualitas,  menambahkan hal yang kurang serta meluruskan informasi yang ternyata tidak sesuai. Informasi yang salah
tersebut misalnya informasi bahwa berhubungan seksual merupakan sarana untuk membuktikan kasih sayang antar teman, berhubungan sekali tidak bisa menyebabkan kehamilan, maupun pergaulan bebas adalah sah-sah saja bagi remaja. Pendidikan yang benar akan menghindarkan remaja dari penyalahgunaan seksualitas, ekploitasi seksual, kehamilan di luar nikah maupun penyakit seksual serta HIV dan AIDS.
Siapa yang bertanggungjawab untuk mengajarkan pendidikan seksualitas bagi remaja? Pertama-tama perlu disadari bahwa lingkungan awal bertumbuhkembangnya seorang anak adalah lingkungan keluarga. Dalam hal ini, ayah dan ibu bertanggungjawab untuk memberikan pendidikan seksualitas kepada anak-anaknya, sehingga mereka memahami apa yang terjadi dan apa yang mungkin terjadi pada diri remaja. Pendidikan seksualitas di sekolah juga dapat memberikan peranan penting dalam hal peningkatan pengetahuan, tingkah laku dan sikap yang sesuai bagi para remaja. Selain itu, peran serta masyarakat secara luas juga diperlukan supaya tercipta iklim pemberian informasi mengenai pendidikan seks yang tepat dan sesuai untuk remaja. Jika pendidikan seksulitas telah dilakukan, baik secara formal dan informal, maka bisa dipastikan pernikahan dini, penyakit kelamin, kehamilan yang tidak diinginkan, pelecehan seksual, pemerkosaan dan lain-lain akan berkurang. Jika remaja sudah mendapatkan pendidikan seksual yang terarah, maka mereka dapat mengontrol diri mereka sendiri dan tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.
Menurut seorang psikolog, Sarwono, dalam bukunya “Psikologi Remaja”, pendidikan seksualitas yang harus diberikan kepada remaja sebaiknya mencakup norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di  masyarakat. Pendidikan seksualitas bertujuan menjelaskan aspek-aspek anatomis, biologis, psikologis, moralitas serta nilai-nilai budaya dan agama. Pendidikan seksualitas bertujuan untuk membentuk sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksualitas dan membimbing remaja menjalani kehidupan dewasa yang sehat dan bertanggungjawab.
Kapankah sebaiknya pendidikan seksualitas itu dilakukan? Menurut Dr Rose Mini AP, M.Psi, psikolog pendidikan, seksualitas bagi anak wajib diberikan orangtua sedini mungkin, saat anak masuk play group (usia 3-4 tahun), karena pada usia ini anak sudah mengenal organ tubuh mereka. Salah satu cara menyampaikan pada anak dapat dimulai dengan mengajari mereka membersihkan alat kelaminnya sendiri, setelah
buang air kecil maupun buang air besar, agar anak dapat mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Pendidikan ini pun secara tidak langsung dapat mengajari anak untuk tidak sembarangan mengijinkan orang lain menyentuh alat kelaminnya. Pada usia balita, orangtua dapat memberitahu berbagai organ tubuhnya, mulai rambut, kepala, tangan, kaki, perut, alat kelamin (penis/vagina). Jelaskan juga perbedaan alat kelamin
dari lawan jenisnya, misalnya jika si kecil memiliki saudara yang berlawanan jenis. Pada usia 5-10 tahun, anak cenderung aktif bertanya, misalnya dari mana aku berasal. Orang tua harus siap memberikan jawaban, misalnya dengan menunjukkan gambar ibu yang sedang hamil dan terlihat bayi di dalam perut ibu. Perlu juga diajarkan bahwa alat kelamin merupakan hal yang pribadi, jika ada orang lain yang memegang alat kelamin
tanpa sepengetahuan orang tua, agar anak berteriak. Hal ini sebagai salah satu usaha preventif agar anak terhindar dari pelecehan seksual. Pada masa menjelang remaja dan remaja, biasanya anak-anak sudah mengalami pubertas, di mana perubahan tubuhnya secara morfologi sudah terlihat. Peran orang tua adalah menjelaskan mereka bahwa perubahan tersebut adalah bersifat alami, dan dialami oleh setiap orang. Masa
Remaja adalah masa di mana bisa dikatakan organ seksualnya sudah matang. Di sini peran orang tua sangat di butuhkan dalam memberikan nilai moral, dampak negatif dan dampak hukum, agar anak-anak tidak yang terjerumus ke dalam masalah kawin muda. Maka dari itu perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap anak-anak yang ada pada masa remaja. Agar terhindar dari informasi-informasi yang tidak mendidik.
Misalnya informasi dari teman, VCD porno, majalah, dan internet.

*)Disarikan dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar