Karakteristik Keluarga Balita Dengan Berat Badan DiBawah Garis Merah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di
Indonesia dan di negara berkembang masalah gizi pada umumnya masih
didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia
Besi,masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Masalah Kurang
Vitamin A (KVA), dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar.
Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional, Masalah gizi kurang pada balita umumnya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab
langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita
anak. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. (Depkes, 2000)
Menurut
Depkes (2004) yang dikutip Biro Pusat Statistik tahun 2003 sekitar 5
juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta
anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk
(8,3%). Khususnya untuk mereka yang berumur di bawah 5 tahun. (Depkes,
2004)
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi senantiasa menjadi indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Menurut
data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI 2007),
Angka Kematian Bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka
Kematian Balita sebesar 44 kematian/1000 kelahiran hidup. Namun, Nusa
Tenggara Barat masih menduduki urutan kedua tertinggi penyumbang AKB dan
AKABA yaitu 72 per 1000 kelahiran dan 92 per 1000 kelahiran hidup.
(SDKI,2007)
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), tercatat jumlah warga yang mengalami gizi kurang hingga Juli 2010 mencapai 319 orang. Pada Kabupaten Lombok Barat terdapat 65 kasus gizi kurang. (Rahayu,2010)
Dari
data Dikes Kabupaten Lombok Barat diperoleh jumlah kejadian balita
berat badan dibawah garis merah (BGM) dari 15 puskesmas wilayah Lombok
Barat yaitu Puskesmas Meninting didapatkan 110 (3,46%) balita BGM dari
3188 balita yang ada, Puskesmas Gunung Sari didapatkan 50 (1,77%) balita
BGM dari 2802 balita yang ada, Puskesmas Penimbung didapatkan 38
(1,83%) balita BGM dari 2050 balita yang ada, Puskesmas Lingsar
didapatkan 116 (4,02%) balita BGM dari 2892 balita yang ada, Puskesmas
Sigerongan didapatkan 73 (4,24%) balita BGM dari 1721 balita yang ada,
Puskesmas Narmada didapatkan 131 (4,30%) balita BGM dari 3054 balita
yang ada, Puskesmas Sedau didapatkan 66 (1,61%) balita BGM dari 4116
balita yang ada, Puskesmas Kediri didapatkan 32 ( 0,75%) balita BGM dari
4251 balita yang ada, Puskesmas Kuripan 283 (9,03%) balita BGM dari
3129 balita yang ada, Puskesmas Labuapi didapatkan 88 (3,19%) balita BGM
dari 2747 balita yang ada, Puskesmas Perampuan didapatkan 124 (4,60%)
balita BGM dari 2699 balita yang ada, Puskesmas Jakem didapatkan 89
(2,50%) balita BGM dari 3555 balita yang ada, Puskesmas Sekotong 98
(6,20%) balita BGM dari 1583 balita yang ada, Puskesmas pelangan
didapatkan 57 (2,38%) balita BGM dari 2370 balita yang ada dan Puskesmas
Gerung 326 (6,30%) balia BGM dari 5172 balita yang ada. Sehingga
diperoleh jumlah balita di Kabupaten Lombok Barat pada ptahun
2009 sebanyak 45.327 balita dengan jumlah balita berat badan dibawah
garis merah sebanyak 1680 balita, dimana dari data tersebut terlihat kejadian balita berat badan dibawah garis merah (BGM tertinggi di Puskesmas Kuripan yaitu sebanyak 283 (9,03%) balita BGM dari 3129 total balita yang ada (Dikes Kabupaten Lobar, 2009).
Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sederhana tentang “Karakteristik Keluarga Balita Dengan Berat Badan Di Bawah Garis Merah (BGM) di wilayah kerja Puskesmas Kuripan Tahun 2011”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana Karakteristik Keluarga Balita Dengan Berat Badan Di Bawah Garis Merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Kuripan Tahun 2011?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis merah (BGM) di wilayah kerja Puskesmas Kuripan tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis merah (BGM) berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga.
b. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis merah (BGM) berdasarkan Pendapatan keluarga.
c. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis merah (BGM) berdasarkan pola asuh anak.
d. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis merah (BGM) berdasarkan jumlah anggota keluarga
e. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis merah (BGM) berdasarkan Sanitasi lingkungan keluarga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Untuk Instansi Terkait
Sebagai
sumber informasi untuk bahan pertimbangan bagi Puskesmas guna menyusun
strategi lebih lanjut sehingga dapat menurunkan insiden BGM
2. Manfaat Untuk Masyarakat
a. Sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi balita
b. Meningkatkan kesadaran ibu dan keluarga untuk memperbaiki pola asuh terhadap balita
3. Manfaat Untuk Penelitian Yang Akan Datang
Dapat dijadikan data dasar untuk penelitian selanjutnya terutama penelitian yang berhubungan dengan terjadinya BGM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINAJUAN TEORI
1. Karakteristik
a. Pengertian
Karakteristik
adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti
jenis-jenis kelamin, umur, serta status sosial seperti tingkat
pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya. Menurut
Efendi, demografi berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis
kelamin, dan status ekonomi sedangkan data cultural mengangkat tingkat
pendidikan, pekerjaan, agama, adat istiadat, penghasilan dan sebagainya
(Ayuria,2009).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.
2. Karakteristik keluarga
Banyak
faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi kurang. Menurut UNICEF (2008)
yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan (2) Akibat terjadinya penyakit
infeksi. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: (1)
Faktor ketersediaan pangan (2) Perilaku dan pendidikan dalam pengolahan pangan
dan pengasuhan anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang
tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2006), ada 3 faktor
penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin/ sosial ekonomi (2)
Ketidaktahuan orang tua/ pengetahuan (3) Penyakit bawaan pada anak,
(Hardjoprakoso, 2008)
a. Tingkat pendidikan keluarga
1) Pengertian
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur
pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari
pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah (SMP dan SMA), sampai
pendidikan tinggi (perguruan Tinggi). (Wikipedia,2011)
Berdasarkan
pengertian pendidikan yang teah dijelaskan sebelumnya maka dapat
diidentifikasikan beberapa ciri pendidikan antara lain :
a) Pendidikan mengandung tujuan yaitu kemampuan untuk berkembang, sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup.
b) Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memiih isi, strategi dan teknik pendidikan.
c) Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (formal dan non formal)
2) Jalur pendidikan
Menurut UU RI no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, jalur pendidikan terdiri dari :
a) Pendidikan
formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
b) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan dan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri
c) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3) Jenjang pendidikan
Menurut UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jenjang pendidikan formal terdiri atas :
a) Pendidikan dasar
Merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan
dasar berbentuk Sekolah dasar (SD), dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsnawiyah
(Mts) atau yang sederajat.
b) Pendidikan menengah
Merupakan
lanjutan pendidikan dasar. Terdiri atas pendidikan menengah umum dan
kejujuran seperti Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliah Kejujuran (MAK) atau
yang sederajat.
c) Pendidikan tinggi
Meupakan
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan Diploma, Sarjana, Magister, Specialis dan Doktor yang
diselenggarakan oleh pergurun tinggi (Hasbullah, 2005)
4) Pendidikan dan Gizi
Bagi
keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah
menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi, sehingga dapat
menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari. (Depkes RI,2003)
b. Pendapatan keluarga
Pendapatan
adalah segala sesuatu yang diperoleh atau diterima oleh seseorang baik
berupa barang atau uang sebagai balas jasa yang dihitung dalam
perkapita, perminggu, perbulan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, Kriteria atau batasan keluarga miskin Indonesia jika pendapatan keluarga kurang dari Rp. 600.000 per bulan.(Gema,2010)
Tingkat
pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan
kuantitas pada makanan. Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh
terhadap perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang
rendah akan mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga tidak
memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu
secara efektif terutama untuk anak mereka. (Notoatmodjo,2007)
c. Pola Asuh
Agar
pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus
mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola
asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan
memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu
yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga
(Perangin-angin, 2006).
Pola
asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu,
perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan
sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan
faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan
anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita)
adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi
dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini juga, anak-anak masih sangat
tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya (Sarah, 2008).
Adapun tipe-tipe pola asuh anak :
1) Pola Asuh Permisif
Pola
asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak.
Jadi apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak
sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas
negatif, matrialistis, dan sebagainya.
Biasanya
pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh
orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain
yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan
begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu
mau tumbuh dan berkembang menjadi apa.
Anak
yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa
berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti,
rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol
diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain
sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa.
2) Pola Asuh Otoriter
Pola
asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan,
keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang saklek
harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak.
Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai
dengan yang diinginkan oleh orang tuanya.
Hukuman
mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar
anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang-tua yang
telah membesarkannya.
Anak
yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak
bahagia, paranoid / selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan
tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain.
Namun di balik itu biasanya anak hasil didikan ortu otoriter lebih bisa
mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin
dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup.
3) Pola Asuh Otoritatif
Pola
asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi
kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal
sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang
baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik
untuk diterapkan para orang tua kepada anak-anaknya.
Anak
yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria,
menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua,
menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi,
berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain.
(Anonim,2008)
d. Besar anggota keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi terlihat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber
pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah memenuhi
kebutuhan makannya jika yang harus dilayani jumlahnya sedikit. Besar keluarga mungkin berpengaruh terhadap distribusi makanan dalam keluarga. Keadaan
demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu terhadap perawatan anak
menjadi berkurang,karena perhatian ibu dalam merawat dan membesarkan
anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang dimiliki. Bila besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang. (Notoatmodjo,2007)
Menurut BKKBN, jumlah anggota keluarga kecil rata-rata adalah 4 orang. (Daniel,2005)
e. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi
lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya
(Notoadmojo, 2007).
Rumah
adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau
tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan.
Syarat-syarat rumah yang sehat :
1) Bahan bangunan
a) Lantai
: ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi
pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu
di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah
pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting
disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada
musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu)
dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan
benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah
dan berdebu menimbulkan sarang penyakit.
b) Dinding
: Tembok adalah baik, namun di samping mahal, tembok sebenarnya kurang
cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasi tidak cukup.
Dinding rumah didarerah tropis khususnya dipedesaan, lebih baik dinding
atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada
dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat
menambah penerangan alamiah.
c) Atap
Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga
dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya
sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu
untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat
dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan,
di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.
d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Katu
untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut
pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa
lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari
ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang
pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup
dengan kayu.
2) Ventilasi
Ventilasi
rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2
yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu
tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam
ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit.)
Fungsi
kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan-ruangan
dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu
terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara
akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan
selalu tetap didalam kelembaban (humuduty) yang optium.
Ada 2 macam ventilasi, yakni :
a) Fungsi
kedua dari pada ventaliasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi
aliran udara dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak
menguntungkan, karena merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga
lainya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk
melindung kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.
b) Ventilasi
buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan
udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara. Tetapi
jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.
Perlu
diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar
udara tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di
dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
3) Cahaya
Rumah
yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu
banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama
cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau
tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.
Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau,
dam akhirnya dapat merusakan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2,
yakni :
a) Cahaya
alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting, karena
dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya baksil
TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk
cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya
sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam
ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan
agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak
terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai
ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.
Lokasi
penempatan jendela pun harus diperhatikan dan dusahakan agar sinar
matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya
jendela itu harus di tengah-tenan tinggi dinding (tembok).
Jalan
masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan geneng kaca. Genteng kaca
pun dapat dibuat secra sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa
waktu pembuatanya kemudian menutupnya dengan pecahan kaca.
b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.
4) Luas bangunan rumah
Luas
lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah
penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak
sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila
salah satu anggota keluarga terkene penyakit infeksi, akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah
apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota
keluarga).
5) Fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut:
a) Penyediaan air bersih yang cukup
b) Pembuangan Tinja
c) Pembuangan air limbah (air bekas)
d) Pembuangan sampah
e) Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga
Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau belakang).
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni:
a) Gudang,
tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan bagian dari
rumah tempat tinggal tersebut, atau bangunan tersendiri.
b) Kandang
ternak. Oleh karena kandang ternak adalah merupakan bagian hidup dari
petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hal
ini tidak sehat, karena ternak kadang-kadang merupakan sumber penyakit
pula. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah
tinggal, atau dibikinkan kandang sendiri (Notoadmojo, 2007).
Keadaan
sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai
jenis penyakit antara lain diare,kecacingan,dan infeksi saluran
pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan,
penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya
kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang
penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa dkk,2001).
3. Status Gizi Balita
a. Pengertian
Status
gizi itu pada dasarnya adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama
untuk anak balita, aktifitas, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi
mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh.
(Depkes.RI 2008).
Ukuran
yang digunakan dalam menentukan status gizi adalah berat badan, bisa
juga tinggi badan yang didasarkan pada umur, ukuran ini biasa disebut
dengan ukuran antropometri dan disajikan dalam bentuk indeks. Oleh
karenanya hasil dimanfaatkan atau digunakan untuk Assesment Keadaan Gizi
Induvidu ataupun juga penentuan status gizi masyarakat tentunya dengan
menggunakan tabel antropomteri (bukan KMS). Untuk assesment status gizi
induvidu dengan indeks BB/U dapat dilihat 4 kategori yaitu gizi lebih,
gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. (lihat perbedaannya dengan KMS
yang hanya untuk melihat Naik-Turun/Tetap dan BGM). Sementara untuk
assesmen keadaan gizi masyarakat dapat menentukan prevalensi gizi lebih,
baik, kurang dan buruk.
Berat
Badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS merupakan
perkiraan untuk menilai seseorang menderita gizi buruk, tetapi bukan
berarti seseorang balita telah menderita gizi buruk, karena ada anak
yang telah mempunyai pola pertumbuhan yang memang selalu dibawah garis
merah pada KMS.
b. Klasifikasi dan Penilaian Status Gizi Balita
Membahas mengenai masalah gizi, dapat digolongkan menjadi empat bagian, yaitu :
1) Gizi
baik, yaitu keadaan gizi baik pada seseorang terjadi jika adanya
keseimbangan jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan
(required) oleh tubuh yang ditandai dengan berat badan.
2) Gizi
kurang, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang timbul karena tidak
cukup makan dan konsumsi energy kurang selama jangka waktu tertentu.
Berat badan yang menurun adalah tanda utama dari gizi kurang.
3) Gizi lebih, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang disebabkan kebanyakan makanan dan konsumsi energi yang lebih banyak dari yang dibutuhkan tubuh untuk jangka waktu yang panjang. Kegemukan merupakan tanda awal yang biasa dilihat dari keadaan gizi lebih.
4) Gizi buruk,
yaitu suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi,
atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar
rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan
kalori.
Penilaian status gizi dapat diukur secara langsung dan tidak langsung yaitu :
1) Ststus gizi secara langsung
a) Antropometri,
secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan kmposisi tubuh dari berbagai tingkay
umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat
b) Klinis, pemeriksaan klinis
adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat,
metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidak cukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
c) Biokimia,
pemeriksaan specimen yang di uji secara laboratories yang dilakukan
pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh digunakan antara lain
: darah, urine,dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
d) Biofisik,
penentuan gizi secara biofisik adalah penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan.
2) Status gizi secara tidak langsung
a) Survey
konsumsi makanan, metode enentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi
b) Statistic vital, pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistic
kesehatan angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian
akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
c) Ekologi,
bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai
hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi
seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Tabel 1. Status
gizi berdasarkan indeks antropometri (Sumber : Yayah K. Husaini,
Antropometri sebagai Indeks Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Medika, No 8
tahun XXIII,1997)
Status Gizi
|
Indeks
| ||
BB/U
|
TB/U
|
BB/TB
| |
Gizi Baik
|
>80 %
|
>90 %
|
>90 %
|
Gizi Sedang
|
71 % - 80 %
|
81 % - 90 %
|
81 % - 90 %
|
Gizi Kurang
|
61 % - 70 %
|
71 % - 80 %
|
71 % - 80 %
|
Gizi Buruk
|
≤ 60%
|
≤ 70 %
|
≤ 70 %
|
Tabel 2. Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan
Anak Perempuan
| ||||
Umur (Bulan)
|
Gizi Buruk (kg)
|
Gizi Kurang (kg)
|
Gizi Baik (kg)
|
Gizi Lebih (kg)
|
0
|
1.7
|
1.8 - 2.1
|
2.2 - 3.9
|
4.0
|
1
|
2.1
|
2.2 - 2.7
|
2.8 - 5.0
|
5.1
|
2
|
2.6
|
2.7 - 3.2
|
3.3 - 6.0
|
6.1
|
3
|
3.1
|
3.2 - 3.8
|
3.9 - 6.9
|
7.0
|
4
|
3.6
|
3.7 - 4.4
|
4.5 - 7.6
|
7.7
|
5
|
4.0
|
4.1 - 4.9
|
5.0 - 8.3
|
8.4
|
6
|
4.5
|
4.6 - 5.4
|
5.5 - 8.9
|
9.0
|
7
|
4.9
|
5.0 - 5.8
|
5.9 - 9.5
|
9.6
|
8
|
5.3
|
5.4 - 6.2
|
6.3 - 10.0
|
10.1
|
9
|
5.6
|
5.7 - 6.5
|
6.6 - 10.4
|
10.5
|
10
|
5.8
|
5.9 - 6.8
|
6.9 - 10.8
|
10.9
|
11
|
6.1
|
6.2 - 7.1
|
7.2 - 11.2
|
11.3
|
12
|
6.3
|
6.4 - 7.3
|
7.4 - 11.5
|
11.6
|
13
|
6.5
|
6.6 - 7.5
|
7.6 - 11.8
|
11.9
|
14
|
6.6
|
6.7 - 7.7
|
7.8 - 12.1
|
12.2
|
15
|
6.8
|
6.9 - 7.9
|
8.0 - 12.3
|
12.4
|
16
|
6.9
|
7.0 - 8.1
|
8.2 - 12.5
|
12.6
|
17
|
7.1
|
7.2 - 8.2
|
8.3 - 12.8
|
12.9
|
18
|
7.2
|
7.3 - 8.4
|
8.5 - 13.0
|
13.1
|
19
|
7.4
|
7.5 - 8.5
|
8.6 - 13.2
|
13.3
|
20
|
7.5
|
7.6 - 8.7
|
8.8 - 13.4
|
13.5
|
21
|
7.6
|
7.7 - 8.9
|
9.0 - 13.7
|
13.8
|
22
|
7.8
|
7.9 - 9.0
|
9.1 - 13.9
|
14.0
|
23
|
8.0
|
8.1 - 9.2
|
9.3 - 14.1
|
14.2
|
24
|
8.2
|
8.3 - 9.3
|
9.4 - 14.5
|
14.6
|
25
|
8.3
|
8.4 - 9.5
|
9.6 - 14.8
|
14.9
|
26
|
8.4
|
8.5 - 9.7
|
9.8 - 15.1
|
15.2
|
27
|
8.6
|
8.7 - 9.8
|
9.9 - 15.5
|
15.6
|
28
|
8.7
|
8.8 - 10.0
|
10.1 - 15.8
|
15.9
|
29
|
8.8
|
8.9 - 10.1
|
10.2 - 16.0
|
16.1
|
30
|
8.9
|
9.0 - 10.2
|
10.3 - 16.3
|
16.4
|
31
|
9.0
|
9.1 - 10.4
|
10.5 - 16.6
|
16.7
|
32
|
9.1
|
9.2 - 10.5
|
10.6 - 16.9
|
17.0
|
33
|
9.3
|
9.4 - 10.7
|
10.8 - 17.1
|
17.2
|
34
|
9.4
|
9.5 - 10.8
|
10.9 - 17.4
|
17.5
|
35
|
9.5
|
9.6 - 10.9
|
11.0 - 17.7
|
17.8
|
36
|
9.6
|
9.7 - 11.1
|
11.2 - 17.9
|
18.0
|
37
|
9.7
|
9.8 - 11.2
|
11.3 - 18.2
|
18.3
|
38
|
9.8
|
9.9 - 11.3
|
11.4 - 18.4
|
18.5
|
39
|
9.9
|
10.0 - 11.4
|
11.5 - 18.6
|
18.7
|
40
|
10.0
|
10.1 - 11.5
|
11.6 - 18.9
|
19.0
|
41
|
10.1
|
10.2 - 11.7
|
11.8 - 19.1
|
19.2
|
42
|
10.2
|
10.3 - 11.8
|
11.9 - 19.3
|
19.4
|
43
|
10.3
|
10.4 - 11.9
|
12.0 - 19.5
|
19.6
|
44
|
10.4
|
10.5 - 12.0
|
12.1 - 19.7
|
19.8
|
45
|
10.5
|
10.6 - 12.1
|
12.2 - 20.0
|
20.1
|
46
|
10.6
|
10.7 - 12.2
|
12.3 - 20.2
|
20.3
|
47
|
10.7
|
10.8 - 12.4
|
12.5 - 20.4
|
20.5
|
48
|
10.8
|
10.9 - 12.5
|
12.6 - 20.6
|
20.7
|
49
|
10.8
|
10.9 - 12.6
|
12.7 - 20.8
|
20.9
|
50
|
10.9
|
11.0 - 12.7
|
12.8 - 21.0
|
21.1
|
51
|
11.0
|
11.1 - 12.8
|
12.9 - 21.2
|
21.3
|
52
|
11.1
|
11.2 - 12.9
|
13.0 - 21.4
|
21.5
|
53
|
11.2
|
11.3 - 13.0
|
13.1 - 21.6
|
21.7
|
54
|
11.3
|
11.4 - 13.1
|
13.2 - 21.8
|
21.9
|
55
|
11.4
|
11.5 - 13.2
|
13.3 - 22.1
|
22.2
|
56
|
11.4
|
11.5 - 13.3
|
13.4 - 22.3
|
22.4
|
57
|
11.5
|
11.6 - 13.4
|
13.5 - 22.5
|
22.6
|
58
|
11.6
|
11.7 - 13.5
|
13.6 - 22.7
|
22.8
|
59
|
11.7
|
11.8 - 13.6
|
13.7 - 22.9
|
23.0
|
Tabel 3. Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi pada Anak Laki-laki.
Anak Laki-laki
| ||||
Umur
|
Gizi Buruk (kg)
|
Gizi Kurang (kg)
|
Gizi Baik (kg)
|
Gizi Lebih (kg)
|
0
|
1.9
|
2.0 - 2.3
|
2.4 - 4.2
|
4.3
|
1
|
2.1
|
2.2 - 2.8
|
2.9 - 5.5
|
5.6
|
2
|
2.5
|
2.6 - 3.4
|
3.5 - 6.7
|
6.8
|
3
|
3.0
|
3.1 - 4.0
|
4.1 - 7.6
|
7.7
|
4
|
3.6
|
3.7 - 4.6
|
4.7 - 8.4
|
8.5
|
5
|
4.2
|
4.3 - 5.2
|
5.3 - 9.1
|
9.2
|
6
|
4.8
|
4.9 - 5.8
|
5.9 - 9.7
|
9.8
|
7
|
5.3
|
5.4 - 6.3
|
6.4 - 10.2
|
10.3
|
8
|
5.8
|
5.9 - 6.8
|
6.9 - 10.7
|
10.8
|
9
|
6.2
|
6.3 - 7.1
|
7.2 - 11.2
|
11.3
|
10
|
6.5
|
6.6 - 7.5
|
7.6 - 11.6
|
11.7
|
11
|
6.8
|
6.9 - 7.8
|
7.9 - 11.9
|
12.0
|
12
|
7.0
|
7.1 - 8.0
|
8.1 - 12.3
|
12.4
|
13
|
7.2
|
7.3 - 8.2
|
8.3 - 12.6
|
12.7
|
14
|
7.4
|
7.5 - 8.4
|
8.5 - 12.9
|
13.0
|
15
|
7.5
|
7.6 - 8.6
|
8.7 - 13.1
|
13.2
|
16
|
7.6
|
7.7 - 8.7
|
8.8 - 13.4
|
13.5
|
17
|
7.7
|
7.8 - 8.9
|
9.0 - 13.6
|
13.7
|
18
|
7.8
|
7.9 - 9.0
|
9.1 - 13.8
|
13.9
|
19
|
7.9
|
8.0 - 9.1
|
9.2 - 14.0
|
14.1
|
20
|
8.0
|
8.1 - 9.3
|
9.4 - 14.3
|
14.4
|
21
|
8.2
|
8.3 - 9.4
|
9.5 - 14.5
|
14.6
|
22
|
8.3
|
8.4 - 9.6
|
9.7 - 14.7
|
14.8
|
23
|
8.4
|
8.5 - 9.7
|
9.8 - 14.9
|
15.0
|
24
|
8.9
|
9.0 - 10.0
|
10.1 - 15.6
|
15.7
|
25
|
8.9
|
9.0 - 10.1
|
10.2 - 15.8
|
15.9
|
26
|
9.0
|
9.1 - 10.2
|
10.3 - 16.0
|
16.1
|
27
|
9.0
|
9.1 - 10.3
|
10.4 - 16.2
|
16.3
|
28
|
9.1
|
9.2 - 10.4
|
10.5 - 16.5
|
16.6
|
29
|
9.2
|
9.3 - 10.5
|
10.6 - 16.7
|
16.8
|
30
|
9.3
|
9.4 - 10.6
|
10.7 - 16.9
|
17.0
|
31
|
9.3
|
9.4 - 10.8
|
10.9 - 17.1
|
17.2
|
32
|
9.4
|
9.5 - 10.9
|
11.0 - 17.3
|
17.4
|
33
|
9.5
|
9.6 - 11.0
|
11.1 - 17.5
|
17.6
|
34
|
9.6
|
9.7 - 11.1
|
11.2 - 17.7
|
17.8
|
35
|
9.6
|
9.7 - 11.2
|
11.3 - 17.9
|
18.0
|
36
|
9.7
|
9.8 - 11.3
|
11.4 - 18.2
|
18.3
|
37
|
9.8
|
9.9 - 11.4
|
11.5 - 18.4
|
18.5
|
38
|
9.9
|
10.0 - 11.6
|
11.7 - 18.6
|
18.7
|
39
|
10.0
|
10.1 - 11.7
|
11.8 - 18.8
|
18.9
|
40
|
10.1
|
10.2 - 11.8
|
11.9 - 19.0
|
19.1
|
41
|
10.2
|
10.3 - 11.9
|
12.0 - 19.2
|
19.3
|
42
|
10.3
|
10.4 - 12.0
|
12.1 - 19.4
|
19.5
|
43
|
10.4
|
10.5 - 12.2
|
12.3 - 19.6
|
19.7
|
44
|
10.5
|
10.6 - 12.3
|
12.4 - 19.8
|
19.9
|
45
|
10.6
|
10.7 - 12.4
|
12.5 - 20.0
|
20.1
|
46
|
10.7
|
10.8 - 12.5
|
12.6 - 20.3
|
20.4
|
47
|
10.8
|
10.9 - 12.7
|
12.8 - 20.5
|
20.6
|
48
|
10.9
|
11.0 - 12.8
|
12.9 - 20.7
|
20.8
|
49
|
11.0
|
11.1 - 12.9
|
13.0 - 20.9
|
21.0
|
50
|
11.1
|
11.2 - 13.00
|
13.1 - 21.1
|
21.2
|
51
|
11.2
|
11.3 - 13.2
|
13.3 - 21.3
|
21.4
|
52
|
11.3
|
11.4 - 13.3
|
13.4 - 21.6
|
21.7
|
53
|
11.4
|
11.5 - 13.4
|
13.5 - 21.8
|
21.9
|
54
|
11.5
|
11.6 - 13.6
|
13.7 - 22.0
|
22.1
|
55
|
11.7
|
11.8 - 13.7
|
13.8 - 22.2
|
22.3
|
56
|
11.8
|
11.9 - 13.8
|
13.9 - 22.5
|
22.6
|
57
|
11.9
|
12.0 - 14.0
|
14.1 - 22.7
|
22.8
|
58
|
12.0
|
12.1 - 14.1
|
14.2 - 22.9
|
23.0
|
59
|
12.1
|
12.2 - 14.2
|
14.3 - 23.2
|
23.3
|
Sumber : Departemen Kesehatan RI,2006
4. Balita Bawah Garis Merah (BGM)
Balita
adalah salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal.
Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun,atau biasa
digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. (Wikipedia, 2011)
Balita
dengan Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita dengan berat badan menurut
umur (BB/U) berada di bawah garis merah pada KMS (Anonim, 2009).
Balita
BGM tidak selalu berarti menderita gizi buruk. Akan tetapi, itu dapat
menjadi indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi.
Gambar 1. Indikator KMS Bila Berat Badan Balita Dibawah Garis Merah.
Sumber : Referensi kesehatan,2008
B. KERANGKA KONSEP
| |||||
| |||||
Sumber : Modifikasi Supariasa, 2001
= Variabel yang diteliti
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah meneliti karakteristik keluarga balita berat badan dibawah garis merah (BGM).
1. Tempat penelitian
Rencana
penelitian akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kuripan, Karena
Puskesmas Kuripan merupakan Puskesmas dengan presentase balita berat
badan di bawah garis merah (BGM) tertinggi di wilayah Lombok Barat yaitu 283 (9,03%) balita BGM dari 3129 balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kuripan.
2. Waktu penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011
B. Desain Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang
yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis dan akurat
suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual,
penelitian deskriptif dapat pula diartikan sebagai penelitian untuk
memotret fenomena individual, situasi atau kelompok tertentu yang
terjadi secara kekinian. (Danim,2003)
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi
terdiri atas sekumpulan obyek yang menjadi pusat perhatian yang dari
padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. (W. Gulo,2008)
Populasi dalam penelitain ini adalah semua keluarga balita BGM yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kuripan.
2. Sampel
Sampel adalah himpunan bagian dari suatu populasi (W.Gulo,2008).
Sampel
dalam penelitian ini adalah sebagian keluarga balita dengan berat badan
di bawah garis merah (BGM) yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kuripan.
Metode
pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling yaitu
accidental sampling, artinya dengan mengambil kasus atau responden yang
kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian (Notoatmodjo,2010).
D. Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data
1. Data primer
a. Data mengenai karakteristik keluarga di peroleh dari hasil pengisian kuesioner.
2. Data sekunder
a. Data rekapitulasi balita BGM tahun 2009 yang diperoleh dari arsip Dikes Lombok Barat.
b. Data
mengenai berat badan balita dibawah garis merah diperoleh dari Buku KMS
yang dimiliki balita yang melakukan penimbangan di posyandu.
c. Data mengenai gambaran umum tempat penelitian dikumpulkan dengan mempelajari buku tahunan Puskesmas Kuripan.
E. Cara Pengolahan Data
1. Data primer
a. Data
tentang karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan keluarga diolah
dengan tabulasi dan disajikan dengan cara deksriptif berdasarkan
tingkat pendidikan yaitu:
1) Dasar : SD,MI,SMP,Mts
2) Menengah : SMA,MA,SMK,MAK
3) Tinggi: Diploma,Sarjana, Magister
b. Data
tentang karakteristik keluarga berdasarkan pendapatan keluarga diolah
dengan tabulasi dan disajikan secara deksriptif berdasarkan kriteria:
1) Miskin : < Rp.600.000,-
2) Tidak Miskin : ≥Rp.600.000,-
c. Data
tentang Karakteristik Keluarga berdasarkan pola asuh anak diolah secara
tabulasi dan disajikan secara dekstriftif berdasarkan katagorikan pola
asuh anak yaitu:
1) Pola asuh permisif
2) Pola asuh otoriter
3) Pola asuh otoritatif
d. Data
tentang karakteristik keluarga berdasarkan besar anggota keluarga
diolah secara tabulasi dan disajikan secara dekstriftif berdasarkan
kriteria :
1) Keluarga Besar : > 4 orang
2) Keluarga Kecil : ≤ 4 orang
e. Data
tentang karakteristik keluarga berdasarkan sanitasi lingkungan
didapatkan dengan cara observasi dan wawancara dengan kuesioner.
Kemudian diolah dalam microsoft exel dan disajikan dalam bentuk tabel
distribusi sehingga diperoleh data :
1) Sehat = >x+ 1 SD
2) Tidak Sehat = < x- 1 SD
2. Data Sekunder
a. Data mengenai berat badan balita dibawah garis merah disajikan secara deskriftif.
b. Data
mengenai gambaran umum tempat penelitian dikumpulkan dengan mempelajari
buku tahunan Puskesmas Kuripan dan disajikan secara deskriftif.
F. Definisi Operasional
No.
|
Variabel
|
Definisi operasional
|
Cara pengukuran
|
Kriteria
|
Skala
|
1.
|
Pendidikan keluarga
|
Pendidikan formal yang dimiliki keluarga
|
Kuesioner
|
- Dasar : SD,MI,SMP,Mts
- Menengah : SMA,MA,SMK,MAK
- Tinggi: Diploma,Sarjana, Magister
|
Ordinal
|
2.
|
Pendapatan keluarga
|
Jumlah seluruh pendapatan yang
diperoleh oleh seluruh keluarga dan digunakan oleh
keluarga tersebut.
|
Kuesioner
|
Tidak Miskin : ≥Rp.600.000,Miskin :
< Rp. 600.000
|
Nominal
|
3.
|
Pola asuh
|
Interaksi orang tua dengan anak
|
Kuesioner
|
- Pola asuh anak otoritatif
- Pola asuh anak otoriter
- Pola asuh Permisif
|
Ordinal
|
4.
|
Besar anggota keluarga
|
Jumlah orang dalam keluarga
|
Kuesioner
|
- Keluarga Besar(>4 orang)
- Keluarga Kecil (≤4 orang)
|
Ordinal
|
5.
|
Sanitasi lingkungan
|
Keadaan lingkungan
|
Kuesioner dan observasi
|
Sehat :
>x+ 1 SD
Tidak sehat: < x-1 SD
|
Ordinal
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar