Powered By Blogger

Hospitalisasi Pada Anak

12 maret 2009


Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dapat mengalamai berbagai kejadian yang menunjukan pengalaman yang sangat trauma dan penuh dengan stress. Hospitalisasi merupakan salah satu penyebab stress baik pada anak maupun keluarganya, terutama disebabkan oleh perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali, perlukaan tubuh dan rasa nyeri (Hidayat, 2008).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak karena menghadapi stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Pada masa prasekolah reaksi anak terhadap hospitalisasi adalah menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Sehingga perawatan di rumah sakit menjadi kehilangan kontrol dan pembatasan aktivitas. Sering kali hospitalisasi dipersepsikan oleh anak sebagai hukuman, sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak mau bekerja sama dengan perawat (Jovan, 2007).
Reaksi anak pra sekolah ketika mengalami perawatan di rumah sakit adalah dengan menunjukkan reaksi perilaku seperti protes, putus asa dan regresi. Hal ini bisa dibuktikan dengan anak tampak tidak aktif, sedih, tidak tertarik pada lingkungan, tidak komunikatif, mundur ke perilaku sebelumnya (misalnya : menghisap ibu jari, mengompol dan lain-lain) dan juga perilaku regresi seperti : ketergantungan, menarik diri dan ansietas (Wong, 2003).
Sikap regresi merupakan fenomena yang umum terjadi pada anak yang menjalani rawat inap. Sikap regresi pada kasus yang lebih ringan muncul dalam bentuk menangis, bersandar pada ibu dan menghisap jari serta pada yang agak lebih berat anak bisa menolak makan. Kemungkinan lain adalah terjadinya ketergantungan seperti keinginan untuk terus diperhatikan dan tidak dapat tidur.
Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapat menjadi suatu permasalahan yang menimbulkan  trauma baik bagi anak maupun orang tua sehingga meimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerjasama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit (Halstroom & Elander, 1997, Brewis, 1995 & Brennam, 1994 dalam Supartini, 2004).
Lingkungan rumah sakit merupakan penyebab stress bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan atau ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perawat memegang posisi kunci untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya dirumah sakit karena perawat berada disamping pasien selama 24 jam. Untuk itu berkaitan dengan upaya mengatasi masalah yang timbul baik pada anak maupun orang tua selama anaknya dalam perawatan di rumah sakit, untuk mengurangi ketakutan anak yang harus mengalami rawat inap di rumah sakit dapat dilakukan beberapa cara salah satunya adalah dengan terapi bermain. Tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalah anak, apapun bentuknya harus berlandaskan pada asuhan yang terapeutik karena bertujuan sebagai terapi bagi anak (Syeh, 2010).
Anak yang perlu melakukan adaptasi dari mulai lingkungan, ketidaknyamanan kondisi fisik karena penyakit yang di derita dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan proses keperawatan yang diberikan, bentuk ketidaknyamanan yang dapat dilihat pada anak dari segi fisik seperti menangis, gangguan pola tidur, sehingga anak sulit untuk dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya, selain itu pada saat hospitalisasi yang dilakukan pada anak dirumah sakit pada umumnya sulit untuk dapat bersikap kooperatif sehingga intervensi hospitalisasi tidak tercapai secara maksimal, keadaan tersebut merupakan hambatan bagi proses keperawatan dalam rangka mengembalikan kondisi anak pada kondisi normal (Yuli, 2009).
Menurut Supartini (2004), terapi bermain merupakan terapi pada anak yang menjalani hospitalisasi. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas dan nyeri. Dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak, karena bermain sangat diperlukan untuk
perkembangan anak.
Bermain dapat digunakan sebagai media psiko terapi atau pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan sebutan Terapi Bermain . Karena pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti cemas. Adapun tujuan bermain bagi anak di rumah sakit yaitu, mengurangi perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri (Supartini, 2004).
Anak usia pra sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang dari pada usia Toddler. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya anak usia prasekolah sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menghadapi dan mengatasi stress. Permainan adalah “pekerjaan” anak, dan dalam lingkup rumah sakit, permainan akan memberikan peluang untuk meningkatkan ekspresi emosional anak, termasuk pelepasan yang aman dari rasa marah dan benci. Menggambar atau mewarnai sebagai salah satu permainan yang memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan sangat terapeutik (sebagai permainan penyembuh). Anak dapat mengekspresikan perasaannya dengan cara menggambar, ini berarti menggambar bagi anak merupakan suatu cara untuk berkomunikasi tanpa menggunakan kata-kata (Suparto, 2003). Dengan menggambar atau mewarnai gambar juga dapat memberikan rasa senang karena pada dasarnya anak usia pra sekolah sudah sangat aktif dan imajinatif selain itu anak masih tetap dapat melanjutkan perkembangan kemampuan motorik halus dengan menggambar meskipun masih menjalani perawatan di rumah sakit. Anak usia prasekolah sedang senang-senangnya mengembangkan daya imajinasinya. Ditambah dengan keterampilan verbalnya yang semakin baik, jadilah anak yang mampu menceritakan pikiran-pikiran yang ada di kepalanya. Berimajinasi atau mengeluarkan ide-ide adalah bagian dari tugas perkembangan di usia prasekolah, hal ini menunjukkan kecerdasan si anak.

Daftar Pustaka:
1. Supartini, 2004, Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC, Jakarta.
2. Syeh, 2010. Kecemasan Akibat Hospitalisasi Dan Apa Yang harus Dilakukan. http://pmkes.blogspot.com/2010/04/hospitalisasi-dan-kecemasan-pada-anak.html
3. Hidayat, 2008, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan, PT. Salemba Medika, Jakarta.
4. Yuli, 2009. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl, [Diakses tanggal 2 September 2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar